Abu Musa al-Asy’ari serta Kisah Empat Kekasih Rasulullah. Kamu perlu sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada penjelasan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan internal membaca share terbaru.
Imam Bukhari internal Kitab Shahih-nya menulis satu bab 'sabda Nabi SAW sekiranya aku diperkenankan menangkap kekasih' (Law kuntu muttakhidzan khalilan). Bab tersebut diambil dari potongan Hadits Nabi yang ditujukan kepada Abu Bakar. Dalam bab tersebut juga tercantum satu riwayat panjang dari Abu Musa al-Asy'ari mengenai tiga tokoh yang kemudian bagaikan Khalifah: Abu Bakar, Umar serta Utsman. Mari kita sejumput kaji hadits tersebut pada sekali lagi melihat konteks sosio-politik perawi serta kandungan Hadits yang diriwayatkannya.
Dalam Hadits Nomor 3398 diceritakan Abu Musa al-Asy'ari menghampiri Nabi SAW yang ternyata beliau sedang duduk dekat sumur serta berada di tengah-tengah tepi sumur tersebut. Beliau menyingkap (pakaiannya) sampai kedua betisnya serta mengulurkan kedua kakinya ke internal sumur. "Aku memberi salam kepada beliau lalu berpaling serta kembali duduk di samping pintu. Aku berkata; "Sungguh aku bagaikan penjaga Rasulullah pada hari ini". Kemudian Abu Bakr datang serta mengetuk pintu. Aku tanya; "Siapakah ini?. Dia berkata; "Abu Bakr". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Nabi lalu aku katakan; "Wahai Rasulullah, ada Abu Bakr minta izin masuk".
Beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga". Aku kembali lalu aku katakan kepada Abu Bakr; "Masuklah, serta Rasulullah telah menyampaikan kabar gembira kepadamu pada surga". Maka Abu Bakr masuk lalu duduk di samping kanan pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke internal sumur sebagaimana yang dilakukan Nabi serta mengangkat pakaiannya setinggi kedua betisnya. Kemudian aku kembali serta duduk."
Abu Musa melanjutkan ceritanya: "Tiba-tiba ada orang yang menggerak-gerakkan pintu, aku bertanya; "Siapakah ini?". Orang itu bereaksi; "Aku 'Umar bin Al Khaththab". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Rasulullah serta memberi salam kepada beliau lalu aku katakan; "Wahai Rasulullah, ada 'Umar bin Al Khaththab minta izin masuk". Beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga". Maka aku temui lalu aku katakan; "Masuklah, serta Rasulullah SAW telah menyampaikan kabar gembira kepadamu pada surga". Maka 'Umar masuk lalu duduk di samping kiri Rasulullah pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke internal sumur."
Abu Musa bercerita bahwa ada orang ketiga yang datang, "Orang itu bereaksi; "'Utsman bin 'Affan". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Rasulullah lalu aku kabarkan kepada beliau, maka beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga, pada berbagai cobaan yang menimpa" (bassyirhu bil jannah 'ala balwaa tushibuhu). Maka 'Utsman masuk namun ia dapatkan tepi sumur telah penuh. Akhirnya ia duduk di hadapan beliau dari sisi yang lain".
Saya terpana membaca riwayat panjang di pada. Saya tiada meragukan keadilan Abu Musa al-Asy'ari salah seorang sahabat Nabi SAW, namun aku bertanya-tanya, kapan Abu Musa al-Asy'ari mengisahkan kisah di pada? Dari jalur periwayatan, beliau menceritakan riwayat ini kepada seorang ulama besar tabi'in bernama Sa'id bin Musayyab yang kemudian oleh Sa'id bin Musayyab hadits ini diartikan bagaikan isyarat Khalifah Utsman tiada dikubur bersama Rasul, Abu Bakar serta Umar, karena posisi duduk Utsman yang berbeda di tepi sumur.
Saya fokos bukan pada posisi duduk, tapi pada ucapan yang berbeda dari Rasul kepada Abu Bakar, Umar serta kepada Utsman, dimana khusus bakal Utsman ada tambahan "pada berbagai cobaan yang menimpa Utsman". Dalam masa kekhilafahan Abu Bakar serta Umar juga banyak persoalan, seperti kaum yang tiada mau bayar zakat oleh sebab itu diperangi Abu Bakar, atau Umar yang dibunuh saat mau jadi Imam shalat, tapi kenapa Rasul khusus melaporkan "berbagai cobaan bakal Utsman"? Ibn Hajar internal Fathul Bari berusaha menjelaskan kekhususan penyebutan ini.
Boleh jadi Abu Musa al-Asy'ari menceritakan ulang kisah ini sesudah huru-hara pada akhir masa kekhalifahan Utsman yang berujung masuknya gerombolan ke rumah Utsman serta membunuh khalifah ketiga. Kalau benar, maka ini riwayat post-factum. Jenazah Utsman sempat dilarang separuh saat bakal dikubur oleh gerombolan pengepung. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa Utsman dikubur di Baqi, bukan bersama Rasul serta kedua khalifah Abu Bakar serta Umar. Periode kelam ini disebut bagaikan fitnatul kubra. Hadits-hadits sesudah peristiwa ini perlu kita baca pada cermat.
Dalam kisah di pada, nama Sayyidina Ali tiada disebut oleh Abu Musa al-Asy'ari. Ini menguatkan dugaan bahwa kisah ini diceritakan Abu Musa pada masa akhir Khalifah Utsman, bukan pada masa akhir Khalifah Ali. Sedikit background hendak hubungan Abu Musa pada Utsman serta Ali hendak memperjelas kemusykilan kita memahami konteks riwayat di pada.
Abu Musa diangkat bagaikan Gubernur Kufah pada masa Umar. Lantas pada masa Utsman, ia kena reshuffle. Tapi ia tetap loyal pada Khalifah Utsman meski orang pada heboh serta mengendus nepotisme sang khalifah karena yang menggantikan Abu Musa yaitu keluarganya Utsman. Sewaktu pada masa kekhalifahan Ali terjadi perang unta pada istri Nabi, Aisyah radhiyallahu 'anha, Abu Musa al-Asy'ari alih-alih mendukung Ali, Abu Musa malah menasihati Ali bakal meletakkan senjata. Ali tiada menghiraukan saran tersebut. Namun sewaktu perang celah Ali serta Mu'awiyah berlangsung, secara mengejutkan Abu Musa berdiri di pihak Ali.
Ketika terjadi tahkim bakal menyelesaikan perang, Imam Ali menghendaki Ibn Abbas yang mewakilinya berhadapan pada Amru bin 'Ash dari pihak Mu'awiyah. Namun kaum khawarij berseru agar Abu Musa yang pergi. Ali mengalah serta membiarkan Abu Musa yang mewakili pasukannya. Hasilnya kita tahu Abu Musa dikerjai Amru bin Ash internal peristiwa tahkim oleh sebab itu berujung pada kekalahan Ali serta kemenangan Mu'awiyah. Pendukung Imam Ali banyak yang menyalahkan Abu Musa al-Asy'ari. Bahkan ada yang menuduhnya disisipkan oleh Mu'awiyah. Mungkin yang terjadi sebenarnya yaitu Abu Musa terlalu polos bagaikan juru runding. Perang Siffin berakhir pada 28 Juli 657 (1359 tahun yang lalu).
Sejarah selalu menyisakan sisi kelam yang perlu disikapi secara bijak. Tentu bukan tanpa maksud apa-apa ketika kisah di pada diletakkan Imam Bukhari internal bab 'sekiranya aku diperkenankan menangkap kekasih'. Fakta sejarah melaporkan Abu Bakar, Umar serta Utsman yaitu 3 khalifah awal yang bukan saja luar biasa dekat pada Nabi Muhammad SAW, tapi juga jasa ketiganya (plus Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib) internal perkembangan umat tiada kelihatannya dihapus begitu saja. Merekalah para kekasih Nabi di surga kelak. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Sumber : nu online
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Imam Bukhari internal Kitab Shahih-nya menulis satu bab 'sabda Nabi SAW sekiranya aku diperkenankan menangkap kekasih' (Law kuntu muttakhidzan khalilan). Bab tersebut diambil dari potongan Hadits Nabi yang ditujukan kepada Abu Bakar. Dalam bab tersebut juga tercantum satu riwayat panjang dari Abu Musa al-Asy'ari mengenai tiga tokoh yang kemudian bagaikan Khalifah: Abu Bakar, Umar serta Utsman. Mari kita sejumput kaji hadits tersebut pada sekali lagi melihat konteks sosio-politik perawi serta kandungan Hadits yang diriwayatkannya.
Dalam Hadits Nomor 3398 diceritakan Abu Musa al-Asy'ari menghampiri Nabi SAW yang ternyata beliau sedang duduk dekat sumur serta berada di tengah-tengah tepi sumur tersebut. Beliau menyingkap (pakaiannya) sampai kedua betisnya serta mengulurkan kedua kakinya ke internal sumur. "Aku memberi salam kepada beliau lalu berpaling serta kembali duduk di samping pintu. Aku berkata; "Sungguh aku bagaikan penjaga Rasulullah pada hari ini". Kemudian Abu Bakr datang serta mengetuk pintu. Aku tanya; "Siapakah ini?. Dia berkata; "Abu Bakr". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Nabi lalu aku katakan; "Wahai Rasulullah, ada Abu Bakr minta izin masuk".
Beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga". Aku kembali lalu aku katakan kepada Abu Bakr; "Masuklah, serta Rasulullah telah menyampaikan kabar gembira kepadamu pada surga". Maka Abu Bakr masuk lalu duduk di samping kanan pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke internal sumur sebagaimana yang dilakukan Nabi serta mengangkat pakaiannya setinggi kedua betisnya. Kemudian aku kembali serta duduk."
Abu Musa melanjutkan ceritanya: "Tiba-tiba ada orang yang menggerak-gerakkan pintu, aku bertanya; "Siapakah ini?". Orang itu bereaksi; "Aku 'Umar bin Al Khaththab". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Rasulullah serta memberi salam kepada beliau lalu aku katakan; "Wahai Rasulullah, ada 'Umar bin Al Khaththab minta izin masuk". Beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga". Maka aku temui lalu aku katakan; "Masuklah, serta Rasulullah SAW telah menyampaikan kabar gembira kepadamu pada surga". Maka 'Umar masuk lalu duduk di samping kiri Rasulullah pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke internal sumur."
Abu Musa bercerita bahwa ada orang ketiga yang datang, "Orang itu bereaksi; "'Utsman bin 'Affan". Aku katakan; "Tunggu sebentar". Kemudian aku menemui Rasulullah lalu aku kabarkan kepada beliau, maka beliau berkata; "izinkan ia masuk serta sampaikan kabar gembira kepadanya pada surga, pada berbagai cobaan yang menimpa" (bassyirhu bil jannah 'ala balwaa tushibuhu). Maka 'Utsman masuk namun ia dapatkan tepi sumur telah penuh. Akhirnya ia duduk di hadapan beliau dari sisi yang lain".
Saya terpana membaca riwayat panjang di pada. Saya tiada meragukan keadilan Abu Musa al-Asy'ari salah seorang sahabat Nabi SAW, namun aku bertanya-tanya, kapan Abu Musa al-Asy'ari mengisahkan kisah di pada? Dari jalur periwayatan, beliau menceritakan riwayat ini kepada seorang ulama besar tabi'in bernama Sa'id bin Musayyab yang kemudian oleh Sa'id bin Musayyab hadits ini diartikan bagaikan isyarat Khalifah Utsman tiada dikubur bersama Rasul, Abu Bakar serta Umar, karena posisi duduk Utsman yang berbeda di tepi sumur.
Saya fokos bukan pada posisi duduk, tapi pada ucapan yang berbeda dari Rasul kepada Abu Bakar, Umar serta kepada Utsman, dimana khusus bakal Utsman ada tambahan "pada berbagai cobaan yang menimpa Utsman". Dalam masa kekhilafahan Abu Bakar serta Umar juga banyak persoalan, seperti kaum yang tiada mau bayar zakat oleh sebab itu diperangi Abu Bakar, atau Umar yang dibunuh saat mau jadi Imam shalat, tapi kenapa Rasul khusus melaporkan "berbagai cobaan bakal Utsman"? Ibn Hajar internal Fathul Bari berusaha menjelaskan kekhususan penyebutan ini.
Boleh jadi Abu Musa al-Asy'ari menceritakan ulang kisah ini sesudah huru-hara pada akhir masa kekhalifahan Utsman yang berujung masuknya gerombolan ke rumah Utsman serta membunuh khalifah ketiga. Kalau benar, maka ini riwayat post-factum. Jenazah Utsman sempat dilarang separuh saat bakal dikubur oleh gerombolan pengepung. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa Utsman dikubur di Baqi, bukan bersama Rasul serta kedua khalifah Abu Bakar serta Umar. Periode kelam ini disebut bagaikan fitnatul kubra. Hadits-hadits sesudah peristiwa ini perlu kita baca pada cermat.
Dalam kisah di pada, nama Sayyidina Ali tiada disebut oleh Abu Musa al-Asy'ari. Ini menguatkan dugaan bahwa kisah ini diceritakan Abu Musa pada masa akhir Khalifah Utsman, bukan pada masa akhir Khalifah Ali. Sedikit background hendak hubungan Abu Musa pada Utsman serta Ali hendak memperjelas kemusykilan kita memahami konteks riwayat di pada.
Abu Musa diangkat bagaikan Gubernur Kufah pada masa Umar. Lantas pada masa Utsman, ia kena reshuffle. Tapi ia tetap loyal pada Khalifah Utsman meski orang pada heboh serta mengendus nepotisme sang khalifah karena yang menggantikan Abu Musa yaitu keluarganya Utsman. Sewaktu pada masa kekhalifahan Ali terjadi perang unta pada istri Nabi, Aisyah radhiyallahu 'anha, Abu Musa al-Asy'ari alih-alih mendukung Ali, Abu Musa malah menasihati Ali bakal meletakkan senjata. Ali tiada menghiraukan saran tersebut. Namun sewaktu perang celah Ali serta Mu'awiyah berlangsung, secara mengejutkan Abu Musa berdiri di pihak Ali.
Ketika terjadi tahkim bakal menyelesaikan perang, Imam Ali menghendaki Ibn Abbas yang mewakilinya berhadapan pada Amru bin 'Ash dari pihak Mu'awiyah. Namun kaum khawarij berseru agar Abu Musa yang pergi. Ali mengalah serta membiarkan Abu Musa yang mewakili pasukannya. Hasilnya kita tahu Abu Musa dikerjai Amru bin Ash internal peristiwa tahkim oleh sebab itu berujung pada kekalahan Ali serta kemenangan Mu'awiyah. Pendukung Imam Ali banyak yang menyalahkan Abu Musa al-Asy'ari. Bahkan ada yang menuduhnya disisipkan oleh Mu'awiyah. Mungkin yang terjadi sebenarnya yaitu Abu Musa terlalu polos bagaikan juru runding. Perang Siffin berakhir pada 28 Juli 657 (1359 tahun yang lalu).
Sejarah selalu menyisakan sisi kelam yang perlu disikapi secara bijak. Tentu bukan tanpa maksud apa-apa ketika kisah di pada diletakkan Imam Bukhari internal bab 'sekiranya aku diperkenankan menangkap kekasih'. Fakta sejarah melaporkan Abu Bakar, Umar serta Utsman yaitu 3 khalifah awal yang bukan saja luar biasa dekat pada Nabi Muhammad SAW, tapi juga jasa ketiganya (plus Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib) internal perkembangan umat tiada kelihatannya dihapus begitu saja. Merekalah para kekasih Nabi di surga kelak. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Sumber : nu online
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Komentar
Posting Komentar