Agar Nasihat Anda Diterima, Tirulah Mbah Khalil Bangkalan. Kamu wajib sering belajar paruh mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka seraya penjelasan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan termulia intern membaca share terbaru.
Wartaislami.Com ~ Dikisahkan, pada suatu ketika Imam Abu Hanifah seraya cepat menutup pengajiannya, lalu membubarkan jamaahnya serta berharap mereka kembali lagi besok seperti biasanya. Ketika esok harinya pengajian mau dimulai, salah seorang santri beliau bertanya, "Kenapa guru kemarin menutup pengajian kian awal?"
"Anakku, kemarin aku membubarkan pengajian karena saat itu kita tiba pada pembahasan mengenai pembebasan budak. Saat itu aku belum membebaskan budak, walhasil kumerdekakan dulu budak-budakku sebelum aku memulai pengajian bab itu pada hari ini."
Di Bangkalan, awal periode ke duapuluh, seorang ayah mengajak anaknya yang kecanduan gula-gula (permen) sowan ke Syaikhona Kholil, salah satu mahaguru ulama Nusantara. Ia berharap agar Kiai Kholil 'nyuwuk' serta menasehati anaknya agar enggak lagi suka makan permen.
"Baiklah. Sampeyan kembali lagi ke sini tiga hari lagi ya."
"Tidak jadi disuwuk hari ini, yai?"
"Nggak. Kembali lagi kesini sama anakmu ya."
Tiga hari kemudian, pasangan ayah-bayi ini kembali. Kiai Kholil sudah siap serta segera mendoakan agar bayi tersebut berhenti mengkonsumsi permen. Beliau juga bercengkerama seraya bocah tersebut selazimnya beliau mencandai cucunya. Tak lupa, beliau juga menasehati agar bocah tadi berhenti mengkonsumsi permen.
Si ayah rupanya gelisah, mau minta suwuk minuman kok hanya dinasehati saja. Kalau sekadar nasehat dirinya sudah setiap hari nasehati anaknya yang bandel tadi.
"Sampeyan tahu pak, mengapa ane minta kembali lagi ke sini sesudah tiga hari?" tanya Kiai Kholil bertanya tiba-tiba, seolah membaca kegelisahan tamu di hadapannya.
Tamunya menggeleng sembari berkata enggak.
"Aku wajib mengatur diriku sendiri terlebih dulu seraya cara berpuasa mengkonsumsi makanan manis-manis selama tiga hari ini sebelum aku menasehati putramu. Ini agar nasehatku bisa diterima serta dipercaya anakmu."
***
Mencari seorang yang alim itu banyak, tapi yang alim serta amil itu sulit. Sesulit mencari seorang profesor marketing yang punya perusahaan raksasa. Kisah di kepada benar dua contoh paruh kita: sebelum menangani orang lain, hendaknya kita membereskan diri kita terlebih dulu. Sebab, enggak bisa kan apabila membersihkan lantai tapi sapunya masih kotor?
Alim serta amil saat ini langka. Sebab ini perpaduan sempurna dua kemampuan spesial: bidang intelektual yang disertai seraya amaliah lahiriah serta konsistensi karakter kepribadian. Dulu kita punya Baharuddin Lopa, Jaksa Agung seraya karakter kuat. Beliau menguasai ilmu di bidang hukum sekaligus konsisten seraya ucapannya yang selaras seraya perilakunya.
Ada pula Hoegeng, polisi jujur di Indonesia selain patung polisi serta polisi tidur. Kalau kita baca biografi keduanya, ketemulah kesesuaian tengah ilmu serta perilaku, tengah pikiran serta ucapan, serta tengah tindakan serta kenyataan.
Anda bisa mendapatkan orang-orang langka ini pada tetangga, guru, atau bisa orang "kecil" di kadar dikau. Mereka yang berusaha membabat ketamakan intern diri mereka, mengerdilkan nafsunya, serta senantiasa siap menanggung konsekuensi kepada tindakannya.
Alim serta amil, paruh ane, benar level tertinggi dari sebuah proses bagaikan manusia sesungguhnya. Dan, itu berat, soddara!
Sumber :dutaislam.com
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Wartaislami.Com ~ Dikisahkan, pada suatu ketika Imam Abu Hanifah seraya cepat menutup pengajiannya, lalu membubarkan jamaahnya serta berharap mereka kembali lagi besok seperti biasanya. Ketika esok harinya pengajian mau dimulai, salah seorang santri beliau bertanya, "Kenapa guru kemarin menutup pengajian kian awal?"
"Anakku, kemarin aku membubarkan pengajian karena saat itu kita tiba pada pembahasan mengenai pembebasan budak. Saat itu aku belum membebaskan budak, walhasil kumerdekakan dulu budak-budakku sebelum aku memulai pengajian bab itu pada hari ini."
Di Bangkalan, awal periode ke duapuluh, seorang ayah mengajak anaknya yang kecanduan gula-gula (permen) sowan ke Syaikhona Kholil, salah satu mahaguru ulama Nusantara. Ia berharap agar Kiai Kholil 'nyuwuk' serta menasehati anaknya agar enggak lagi suka makan permen.
"Baiklah. Sampeyan kembali lagi ke sini tiga hari lagi ya."
"Tidak jadi disuwuk hari ini, yai?"
"Nggak. Kembali lagi kesini sama anakmu ya."
Tiga hari kemudian, pasangan ayah-bayi ini kembali. Kiai Kholil sudah siap serta segera mendoakan agar bayi tersebut berhenti mengkonsumsi permen. Beliau juga bercengkerama seraya bocah tersebut selazimnya beliau mencandai cucunya. Tak lupa, beliau juga menasehati agar bocah tadi berhenti mengkonsumsi permen.
Si ayah rupanya gelisah, mau minta suwuk minuman kok hanya dinasehati saja. Kalau sekadar nasehat dirinya sudah setiap hari nasehati anaknya yang bandel tadi.
"Sampeyan tahu pak, mengapa ane minta kembali lagi ke sini sesudah tiga hari?" tanya Kiai Kholil bertanya tiba-tiba, seolah membaca kegelisahan tamu di hadapannya.
Tamunya menggeleng sembari berkata enggak.
"Aku wajib mengatur diriku sendiri terlebih dulu seraya cara berpuasa mengkonsumsi makanan manis-manis selama tiga hari ini sebelum aku menasehati putramu. Ini agar nasehatku bisa diterima serta dipercaya anakmu."
***
Mencari seorang yang alim itu banyak, tapi yang alim serta amil itu sulit. Sesulit mencari seorang profesor marketing yang punya perusahaan raksasa. Kisah di kepada benar dua contoh paruh kita: sebelum menangani orang lain, hendaknya kita membereskan diri kita terlebih dulu. Sebab, enggak bisa kan apabila membersihkan lantai tapi sapunya masih kotor?
Alim serta amil saat ini langka. Sebab ini perpaduan sempurna dua kemampuan spesial: bidang intelektual yang disertai seraya amaliah lahiriah serta konsistensi karakter kepribadian. Dulu kita punya Baharuddin Lopa, Jaksa Agung seraya karakter kuat. Beliau menguasai ilmu di bidang hukum sekaligus konsisten seraya ucapannya yang selaras seraya perilakunya.
Ada pula Hoegeng, polisi jujur di Indonesia selain patung polisi serta polisi tidur. Kalau kita baca biografi keduanya, ketemulah kesesuaian tengah ilmu serta perilaku, tengah pikiran serta ucapan, serta tengah tindakan serta kenyataan.
Anda bisa mendapatkan orang-orang langka ini pada tetangga, guru, atau bisa orang "kecil" di kadar dikau. Mereka yang berusaha membabat ketamakan intern diri mereka, mengerdilkan nafsunya, serta senantiasa siap menanggung konsekuensi kepada tindakannya.
Alim serta amil, paruh ane, benar level tertinggi dari sebuah proses bagaikan manusia sesungguhnya. Dan, itu berat, soddara!
Sumber :dutaislam.com
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Komentar
Posting Komentar